INFOINDONESIANEWS – JAKARTA| Sekarang pejabat Gubernur Jakarta adalah Heru, ia diwarisi program Formula-E yang sudah keburu teken kontrak untuk – akhirnya – melaksanakan balapan mobil listrik itu. Dua kali lagi, tahun ini (2023) dan nanti di 2024.
Ya lantaran sudah kontrak, tentu harus dilaksanakan. Dilaksanakan sebaik-baiknya. Jangan seperti event yang pertama, terlalu banyak skandal.
Bagaimana pun Heru harus kita dukung. Sama seperti Anies dulu, manakala sudah di hari balapannya, ya harus dipastikan event itu berjalan lancar. Mau taruh dimana ini muka bangsa, sudah difetakompli begini, mau apa lagi.
Karena itulah kita paham mengapa Presiden Jokowi hadir di hari perhelatan. Di hadapan tamu-tamu asing itu ya kita harus pasang senyum lebar selebar-lebarnya, masak muka cemberut sih.
Tapi kita jangan lupa kronologis event ini, pertama-tama program ini muncul di tahun 2019 di akhir masa jabatan DPRD Jakarta periode 2014-2019. Bulan Agustus 2019, tidak sampai 2 minggu sebelum mereka digantikan para anggota DPRD Jakarta yang baru untuk periode 2019-2024.
Program Formula-E ini aslinya tidak ada dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) yang disepakati antara eksekutif dan legislatif. Tapi tiba-tiba program ini nyelonong di akhir masa jabatan parlemen, dan dengan anggaran uang muka dari APBD yang besar pula. Ini jelas sudah menyalahi aturan. Ratusan milyar dipakai tanpa pertangungjawaban yang jelas.
Lalu kita masih ingat, bahwa diawal persiapan program Formula-E ini sudah banyak skandal. Skandal pohon Mahoni di Monas tanpa jelas kemana kayu-kayu itu sekarang, soal pengaspalan, soal kontraktor abal-abal, soal lintasan sirkuit yang pindah-pindah, dan lain sebagainya.
Lalu kita melihat kenyataan bahwa event ini lalu dioper dari Dispora ke PT Jakpro. Bagaimana soal uang Commitment-fee (500 miliar rupiah lebih)? Pertanggungjawabannya tidak jelas, sampai sekarang (2023).
Sempat ada inisiatif interpelasi oleh PSI (belakangan PDIP ikutan). Interpelasi adalah sesion bertanya oleh parlemen kepada eksekutif. Tapi malah direspon oleh Anies dengan mengundang fraksi-fraksi di DPRD minus fraksi PSI dan PDIP untuk makan malam-malam di kediaman resminya sebagai gubernur.
Karena banyak yang perlu ditanyakan maka rencananya gubernur diundang dalam session interpelasi. Tapi ternyata malah ketujuh fraksi itu yang diundang makan malam-malam di rumah kediaman resmi gubernur. Dan tanpa malu ketujuh fraksi itu pun datang.
Entah apa yang terjadi, ketujuh fraksi yang hadir itu akhirnya menolak parlemen untuk bertanya kepada gubernur. Walau sama sekali tidak ada penjelasan dari gubernur, nampaknya sudah tahu sama tahu.
Dalam perjalan waktunya, kita juga dikagetkan dengan beberapa kali terjadi pergantian direksi di Jakpro selama masa persiapan. Mulai dari direktur keuangannya sampai pergantian dirut. Apa sebabnya? Hanya tembok bisu yang merespon.
Laporan keuangan diklaim sudah dibuat bahkan sudah diaudit oleh kantor akuntan publik. Tapi kenapa masih gelap? Apakah commitment-fee yang 500 miliar rupiah lebih itu masuk dalam perhitungan? Kenapa tidak dibuka ke publik? Detail dan apa adanya saja.
Sekarang sudah pergantian gubernur. Kontrak sudah keburu diteken, ya penerusnya mesti menuntaskan program Formula-E ini. Kita berharap administrasi sekarang bisa secara transparan dan professional melaksanakannya.
Tidak seperti yang dulu.
Narasumber Pewarta:
Andre Vincent Wenas,MM,MBA. Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta. Editor Red: Liesnaega.