infoindonesiainews.com | RABU, 7 SEPTEMBER 2022.
JAKARTA | Ternyata Gubernur Anies mangkir (tidak hadir) dalam sidang paripurna DPRD DKI Jakarta, Selasa 6 September 2022, yang beragendakan: Penyampaian laporan hasil pembahasan Badan Anggaran terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (P2APBD) tahun anggaran 2021. Untuk kemudian dimintakan persetujuan dari Anggota Dewan secara lisan.
Hasilnya? Hanya fraksi PSI yang menolak. Sedangkan lainnya setuju semua. Siapa saja mereka: PDIP, Gerindra, PKS, PD, PAN, Nasdem, Golkar, PKB dan PPP.
Kita sempat heran juga, kok PDIP bisa ikut-ikutan setuju? Padahal dulu bersama PSI cukup getol mengupayakan interpelasi (hak untuk bertanya formal kepada eksekutif). Namun inisiatif itu kandas lantaran 8 parpol (atau 7 fraksi) lainnya – entah mengapa – setelah diundang makan malam-malam di rumah dinas Gubernur Anies jadi menolak untuk mengajukan interpelasi.
Bukankah dulu saat mengupayakan interpelasi itu lantaran memang banyak hal yang masih gelap dan janggal dan perlu dapat penjelasan langsung dari Gubernur. Terutama waktu itu soal event Formula-E.
Apakah PDIP telah terkooptasi? Atau dulu itu cuma sekedar sandiwara saja untuk menarik simpati rakyat? Sekedar unjuk diri sesaat sebagai parpol kritis demi merawat konstituen? Entahlah. Yang jelas memang saat event Formula-E itu disetujui dewan pada Agustus 2019 lalu PDIP ikut menyetujuinya.
Lalu apa sih yang menjadi catatan atau argumentasi PSI sampai menolak laporan P2APBD tahun 2021 itu?
Disampaikan oleh Anthony Winza Probowo bahwa adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait berbagai macam penyimpangan dalam penggunaan APBD DKI.
Misalnya kelebihan bayar hingga ratusan miliar yang dilakukan PT Transjakarta. Lalu terkait renegosiasi kontrak Formula E yang dinilai tidak transparan karena DPRD tidak pernah diperlihatkan kontrak terbaru dan hasil dari renegosiasi tersebut.
Kata Anthony, “Ternyata menurut LHPBPK setelah diperiksa, masih harus bayar lagi kurang lebih Rp 90 miliar. Kok enggak nanya-nanya sama DPRD!”
Tambah lagi masalah realisasi infrastruktur air. Dimana Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah menentukan bahwa perkara air ini adalah hak asasi manusia. Tapi Pemprov dianggap abai dalam pemenuhan hak asasi ini. Lantaran faktanya Pemprov DKI hanya merealisasikan dana Rp 39 miliar dari target Rp 88 miliar untuk pengembangan infrastruktur air.
Padahal kata Anthony, “Dana operasional pimpinan daerah dibandingkan dengan realisasi hak asasi manusia air bersih jauh lebih besar.” Ini jelas sama sekali tidak menggambarkan anggaran yang berpihak pada rakyat!
Oleh karena hal-hal itulah maka laporan P2APBD Gubernur Anies ditolak. Rekaman sidang itu dapat di akses di laman youtube DPRD DKI Jakarta.
Kalau kita menyimak jalannya sidang waktu itu, memang dipenuhi dengan bermacam diskusi yang – maaf saja – tidak relevan dengan agenda sidang paripurna itu. Sekedar cuap-cuap mencuri panggung.
Anehnya, saat fraksi PSI menyampaikan pandangan dan pendapatnya yang justru relevan dengan pokok persidangan, malah mendapat banyak “serangan interupsi” dari berbagai parpol lainnya.
Sampai akhirnya sidang berjalan seperti pasar malam, teriak sana teriak sini. Ujungnya mereka meminta agar sidang segera saja menyetujui (menerima) laporan P2APBD 2021 itu. Tak usah banyak cincong lagi. Bahkan tatib untuk voting pun dilompati.
Ujungnya, semua parpol menerima, hanya PSI yang menolak.
Narasumber Pewarta :
Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta. Editor Red : Liesnaega.