Buruknya Penegakan Hukum, Harusnya Kapolres Memiliki Kecerdasan Berpikir dan Jeli dalam Dugaan setiap Kasus

  • Whatsapp

JAKARTA – Fulan memukuli mandor Saruji akibat si mandor ini menjual paket makanan kepada para kuli bangunan dengan harga selangit. Saruji tidak terima.

Mendengar selentingan mandor Saruji dipelasah oleh Fulan, Rokiyah menanyakan kebenaran berita itu ke mandor Saruji. Bukannya memberi jawaban, si mandor malah mengajak Rokiyah bertemu di kedai Mami Bohay.

Rupanya mandor Saruji sangat sakit hati dipukuli Fulan. Dia kemudian mengajak si Fulan bertemu empat mata, tapi Fulan menolak. Alasannya saat itu sedang turun hujan.

Ketika bertemu Rokiyah di kedai Mami Bohay, mandor Saruji meminta Rokiyah membalaskan sakit hatinya, memukul balik si Fulan. Di pertemuan itu, hadir juga Bang Conan, salah satu kuli bangunan yang dipalak mandor Saruji yang jualan paket makanan harga selangit itu.

Untuk melakukan serangan balik terhadap si Fulan, mandor Saruji membuat kesepakatan dengan Rokiyah dan Bang Conan. Masih di kedai Mami Bohay, strategi penyerangan disusun bersama.

Eksekusi siap dilaksanakan. Mandor Saruji meminjam tangan kedua sahabatnya itu untuk memukuli balik si Fulan. Saruji pun menyiapkan dana operasional, 5 paket sembako. Deal..!!

Namun, malang nian nasib Rokiyah dan Bang Conan. Usai melaksanakan tugas memukuli Fulan, keduanya dilaporkan mandor Saruji ke polisi dengan tuduhan mencuri 5 paket sembako milik sang mandor. Wooow..!!

Itulah ilustrasi singkat tentang nasib wartawan Mely dan Indra yang saat ini diproses oleh Kapolres Indragiri Hilir (Inhil), AKBP Budi Setiawan. Betapa mirisnya negeri ini memiliki polisi setingkat AKBP seperti ini – meminjam istilah orang Banjar, dalam mencermati sebuah peristiwa. Otak dibuat beku dan tumpul, serta sangat mungkin bercampur racun dendam dan juga irihati.

Dalam kasus ini, Saruji – si Kepsek SMPN 1 Tembilahan Hulu, yang menjadi bahan pemberitaan oleh Muslimin (si Fulan dalam cerita di atas – red) seharusnya berterima kasih kepada Mely dan Indra yang sudah bersedia melaksanakan permintaanya membuat berita koreksi dan pelurusan informasi terkait dugaan pungutan liar dengan modus jualan seragam sekolah yang dilakukan Saruji. Anehnya, malah keduanya dipenjarakan diduga oleh pungli Indragiri Hilir tersebut.

Dan diduga pula Kapolres Inhil seiya-sekata dengan dugaan pungli Saruji yang sedang diproses oleh Tim Saber Pungli itu. Polres Inhil menetapkan kedua wartawan sebagai tersangka dengan pasal penipuan dan atau pemerasan. Pertanyaannya, dimana unsur penipuannya? Apa alasan pembenaran bahwa keduanya melakukan pemerasan?

Ternyata, Kapolres Budi Setiawan mendasarkan keputusannya pada keterangan tingkat dewa dari seorang ahli pers yang konon diduga bernama Hendrayana dari lembaga Dewan Pers. Menurut ahli yang berotak kosong tersebut bahwa berita koreksi dan pelurusan informasi yang dibuat dan ditayangkan oleh Mely dan Indra bukanlah berita advertorial sehingga tidak layak diberikan bayaran.

Jika saja Kapolres Budi Setiawan memiliki kecerdasan berpikir dia dengan mudah akan dapat memahami bahwa yang terjadi dalam kasus ini adalah murni transaksi yang didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak. Tidak penting jenis berita yang ditayangkan, apakah itu berita hard news, soft news, iklan, advertorial, hiburan, atau apapun jenisnya, namun yang pasti ada deal-deal pelaksanaan pekerjaan yang diberikan oleh Saruji kepada kedua wartawan ini.
Dan untuk pekerjaan tersebut, Saruji perlu memberikan biaya operasional kepada mereka berdua. Emang untuk menayangkan berita tidak perlu kuota internet? Emang website dibangun dan di-maintain dengan air mineral , Emang membuat tulisan, terutama yang bersifat counter-berita tidak memerlukan proses berpikir yang menguras tenaga, waktu, dan materi?

Sekali lagi, andaikan saja Kapolres Budi Setiawan mempunyai otak cerdas, dia pasti akan ingat bahwa instansinya sendiri berkali-kali membagikan amplop kepada wartawan seusai melakukan press-release atas sebuah kasus, termasuk dalam hal memberikan klarifikasi dan koreksi atas informasi yang beredar sebelumnya. Apakah si AKBP ini merasa diperas dan atau ditipu oleh para wartawan?

Kapolri semestinya lebih jeli menilai dan memilih aparatnya untuk menjadi pimpinan satuan-satuan kerja di internalnya. Kapolri dan jajarannya harus memahami bahwa hukum bukan untuk dipermainkan, bukan untuk digunakan sewenang-wenang, bukan untuk menyenangkan diri kapolres, bukan untuk menguntungkan para pemesan hukum, atau bukan untuk memenuhi selera penguasa dan pengusaha. Hukum semata-mata hanya untuk kepentingan rakyat.

Dalam kasus penetapan tersangka terhadap Mely dan Indra, Kapolres Inhil AKBP Budi Setiawan, S.I.K. terindikasi kuat membela pelapor Saruji, sang pelaku pungutan liar di SMP Negeri 1 Tembilahan Hulu dengan modus memaksa orang tua siswa membeli pakaian seragam dengan harga Rp. 850.000,- Salah satu orang tua siswa korban pungli Saruji adalah Indra, sang wartawan yang dilaporkan oleh Saruji.

Apakah sang Kapolres mendapatkan bagian dari uang pungli tersebut? Sangat mungkin, karena dia terkesan perlu dana setoran atas jabatan yang disandangnya saat ini, plus buat tabungan untuk mendapatkan jabatan dan pangkat lebih tinggi lagi. Wallahualam bissawab. (*)

Narasumber Penulis adalah Guru PMP-KN SMP Negeri Sapat, Indragiri Hilir, periode 1990-1993. Pewarta: Ketum PPWI Wilson Lalengke. Editor Red : LiesnaEgha.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan