infoindonesiainews.com | SABTU, 5 NOVEMBER 2022.
JAKARTA | Ribuan pinandita atau rohaniawan Hindu dari berbagai penjuru Provinsi Bali berkumpul melakukan doa bersama untuk pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022.
Mereka berdiri dengan tangan kiri memegang serta membunyikan genta bersamaan, di Peninsula, Kawasan ITDC, Nusa Dua, Bali. Suara genta yang menggaung, mengiringi Ida Sri Bhagawan Natha Nawa Wangsa Pemayun memanjatkan mantra doa puja dan puji “Genta Pinara Pitu G20”, pada Rabu (26/10/2022) malam.
“Damai lan kewecikan mengde ngiringin Paruman Agung G20,
Sinar suci sinar padang memahayu rahayu buana santi jagat dhita”
Salah satu bait doa harapan yang diucapkan Ida Sri Bhagawan Natha, malam itu. Damai dan kebaikan serta sinar suci terang mengiringi perhelatan besar G20 untuk dunia.
Selain sebanyak 1.200 orang Pinandita, pada acara itu hadir juga puluhan pemimpin agama Islam, Budha, Katolik, Kristen, serta 1.493 orang bendesa adat melalui luring di masing-masing desa bersama Pemangku Pura Puseh lan Desa. Tamu-tamu undangan yang hadir turut larut dalam doa.
“Seribu ini tersebar, tidak terpusat karena di masing-masing daerah itu kan ada piodalan (upacara keagamaan) jadi tidak semua harus ke sana,” ujar Ketua PHDI Provinsi Bali I Nyoman Kenak.
Perhelatan KTT G20 memang tinggal menghitung hari. Semua persiapan sudah dan sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dari berbagai sisi. Berbagai pihak juga terus memberikan dukungan demi suksesnya perhelatan internasional tersebut.
Salah satu komponen masyarakat yang turut mendukung suksesnya KTT G20 ini adalah Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali. Tentu dukungan mereka dipersembahkan dalam bentuk doa.
Ketua Paruman Weleka PHDI Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana menjelaskan segala hal positif melalui doa salah satunya dilakukan secara bersama atau kelompok dengan jumlah besar. Dengan kebersamaan, lanjutnya, narasi doa yang dipanjatkan akan semakin bagus.
Doa Puja Genta Pinara Pitu, menurut Sudiana, merupakan upaya niskala yang dipersembahkan sebagai wujud partisipasi tokoh umat beragama melalui mantra Bali, untuk KTT G20.
“Doa bersama ini sudah biasa dilakukan, khususnya dalam tradisi umat Hindu Bali. Perbedaannya dalam sarana upacaranya saja. Antara doa bersama seluruh agama dengan doa bersama yang diberlakukan untuk umat Hindu Bali,” katanya.
Genta merupakan alat semacam lonceng kecil yang biasa dipergunakan Pemangku Hindu Bali, dibunyikan sebagai pengiring mantra ketika memimpin suatu upacara. Genta Pinara Pitu, menurut berbagai sumber, merupakan nada-nada Brahman yang dibunyikan sehingga yang menyebar adalah vibrasi kebaikan. Harapannya, gemanya mampu memberi vibrasi segala kebaikan kepada seluruh delegasi G20 serta umat dunia.
Sebagai Perantara Umat
Keterlibatan ribuan pinandita dalam doa bersama ini menjadi hal yang menarik. Di Bali, khususnya bagi para pemeluk Hindu, pinandita dipandang sebagai rohaniwan. Namun, rohaniwan Hindu, bukan hanya pinandita. Ada juga pandita. Kendati sama-sama berperan sebagai rohaniwan, ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya.
Kata ‘Pandita’ berasal dari bahasa Sansekerta, yang bisa diterjemahkan menjadi pendeta atau brahmana. Akar kata pandita adalah ‘pand’, yang artinya ‘mengetahui’. Itulah sebabnya, pandita disandangkan kepada seseorang yang berpengetahuan dan berkemampuan ihwal ilmu pengetahuan suci Veda dan bersifat arif bijaksana.
Sedangkan, pinandita berasal dari kata dasar pandita dan mendapat sisipan ‘in’, yang memiliki artinya ‘di’. Pinandita dapat dimaknai sebagai seseorang yang dianggap sebagai wakil pandita. Sebagaimana dikutip dari mutiarahindu.com, secara hierarki, pinandita berada di bawah pandita. Walau begitu, keduanya sangat penting dalam kehidupan beragama umat Hindu.
Sejak 1968, PHDI menetapkan tugas pinandita sebagai pembantu yang mewakili pandita atau pendeta. Meski demikian, pinandita dalam sebuah upacara berfungsi sebagai perantara umat yang bekerja dengan Ida Sang Hyang Widhi atau Leluhur.
Sesuai keputusan tersebut, maka dalam hal beribadah, pinandita juga bertugas untuk melaksanakan upacara dalam agama Hindu. Hanya saja, upacara yang mereka pimpin skalanya relatif kecil. Dalam upacara, mereka juga tidak diperkenankan menggunakan alat pemujaan, seperti halnya yang dipakai pandita atau sulinggih. Pinandita juga dilarang menggunakan mudra.
Dalam kesehariannya, pinandita juga terikat dengan kode etik yang disebut dengan sasana. Ini adalah segala aturan-aturan atau tata tertib yang berhubungan dengan ‘kawikon’ (aturan-aturan kehidupan yang wajib dilaksanakan oleh seorang pinandita).
NARASUMBER PEWARTA:
TIM KOMUNIKASI DAN MEDIA G20 /BAGUS . EDITOR RED : LIESNAEGA.