DPD RI Berikan Respon Atas Penghianatan Terhadap Asuransi Legendaris Negara dan Jutaan Nasabahnya

  • Whatsapp

infoindonesiainews.com | SABTU, 8 OKTOBER 2022.

JAKARTA | Harapan masa depan cerah atas program restrukturisasi Jiwasraya, yang seharusnya mampu menjaga keberlangsungan perseroan dan keberlanjutan manfaat polis asuransi jiwa, serta asuransi jaminan hari tua bagi rakyat pemegang polis, dinilai akan sirna dengan segera. Hal ini menjadi dasar laporan pengaduan nasabah polis BUMN kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) yang tergabung dalam Forum Nasabah Korban Jiwasraya (FNKJ).

Bacaan Lainnya

Berdasarkan press release resmi yang diterima FNKJ pada 07 Oktober 2022 dari Pansus Jiwasraya DPD RI, Lembaga Senator Indonesia itu memberikan kesimpulan dan rekomendasinya kepada Pimpinan DPD RI. Penyampaian rekomendasi itu dilakukan dalam sidang paripurna DPD-RI yang digelar pada Jumat, 07 Oktober 2022 di Gedung DPD RI Senayan.

Adapun kesimpulan yang dimaksudkan, diantanya
persoalan kepailitan dan gagal bayar yang terjadi pada beberapa perusahaan asuransi yang diindikasikan hanya sebagai alasan bagi perusahaan untuk tidak membayarkan klaim pada nasabahnya. Dengan demikian perusahaan tidak dapat dituntut atau digugat secara hukum atas kepailitannya.

Hal tersebut dikhawatirkan akan terjadi pada PT. Asuransi Jiwasraya. Terdapat pelanggaran atas prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh PT. Asuransi Jiwasraya dalam berinvestasi sehingga menyebabkan PT. Asuransi Jiwasraya mengalami gagal bayar. Akibatnya, tanggung jawab gagal bayar itu perlu diambil alih oleh Pemerintah, yakni Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan RI.

Permasalahan Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara sebesar Rp. 16,81 triliun berdasarkan audit BPK masih belum terselesaikan dengan baik hingga saat ini. Ditambah lagi dengan PMN sebesar Rp. 20 triliun yang belum jelas seberapa jauh PMN ini telah menyelesaikan klaim polis para nasabah.

Penyelesaian permasalahan Asuransi Jiwasraya yang ditawarkan oleh Kementerian BUMN melalui program restrukturisasi polis telah menyebabkan kerugian bagi nasabah, baik bagi nasabah yang setuju restrukturisasi maupun yang tidak setuju restrukturisasi. Bagi nasabah yang tidak setuju untuk mengikuti program restrukturisasi polis, status polis akan berubah menjadi utang-piutang dengan underlying aset non-clean & non-clear. Hal itu sangat tidak adil bagi nasabah yang tetap bertahan pada PT. Asuransi Jiwasraya karena ketidakjelasan mengenai sampai kapan piutangnya akan dibayar.

Pemerintah telah lalai karena tidak segera membentuk Lembaga Penjamin Polis sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 40 Tahun 2014 tentang perasuransian sehingga nasabah asuransi Jiwasraya tidak mendapatkan jaminan dan perlindungan ketika permasalahan gagal bayar polis terjadi. Selain itu, terdapat kelemahan pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap asuransi Jiwasraya, baik pengawasan atas produk maupun investasinya.

Pengalihan polis dari Jiwasraya ke IFG Life melalui restrukturisasi menunjukkan bahwa Pemerintah, dalam hal ini BUMN, hanya memikirkan kepentingan institusi tanpa memikirkan kepentingan rakyat, yakni nasabah asuransi Jiwasraya. Pemilihan produk pada asuransi Jiwasraya oleh para nasabah didasarkan pada kepercayaan masyarakat bahwa PT. Asuransi Jiwasraya adalah milik Pemerintah (BUMN), sehingga memberi keyakinan bahwa uangnya tidak akan hilang.

Permasalahan yang sedang terjadi pada PT. Asuransi Jiwasraya tidak dapat dipungkiri akan berdampak besar terhadap kepercayaan masyarakat kepada perusahaan asuransi. Dampak selanjutnya akibat permasalahan ini adalah hilangnya kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah (BUMN).

Pembentukan IFG Life sebagai bagian dari PT. BPUI yang mengelola PMN sebesar Rp. 20 triliun dan pengalihan aset PT. Asuransi Jiwasraya sebesar Rp. 12,5 triliun ke PT. IFG Life tidak menyelesaikan masalah. Nasabah yang setuju restrukturisasi polis dan dialihkan ke IFG Life berdasarkan catatan Kementerian BUMN adalah sebanyak 99,6%, sebagaimana yang disampaikan Menteri BUMN melalui surat, tetapi tidak didukung data yang lengkap dan masih simpang-siur.

Regulasi UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian belum mengatur mengenai beberapa usaha penunjang perasuransian, yaitu (1) usaha pialang asuransi; (2) usaha pialang reasuransi; (3) usaha penilaian kerugian asuransi; (4) usaha konsultan aktuaria; dan (5) usaha agen asuransi. Keberadaan usaha penunjang perasuransian tersebut sangat penting untuk menjamin kepastian hukum usaha perasuransian.

Selain itu, belum ada pengaturan mengenai Dewan Perasuransian sebagai lembaga independen pemantau pelaksanaan usaha perasuransian di Indonesia. Berdasarkan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian disebutkan bahwa perusahaan asuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan keterlambatan penyelesaian atau pembayaran klaim.

Penyelesaian kerugian negara dan penyelesaian permasalahan hukum nasabah melalui pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap masih terkendala eksekusi terhadap aset yang dimiliki para terpidana. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tetang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi tidak efektif dalam memulihkan kerugian negara sehingga diperlukan adanya RUU mengenai perampasan aset bagi terpidana selain hukuman penjara dan denda.

Pensiunan PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) telah kehilangan hak pensiun dan pegawai PT. Asuransi Jiwasraya (Persero). Mereka juga menghadapi dampak atas kasus Asuransi Jiwasraya, salah satunya kehilangan pekerjaannya.

Untuk itu Pansus Jiwasraya DPD RI menyimpulkan rekomendasi, yang selanjutnya diserahkan kepada Pimpinan DPD RI terkait permasalahan yang dihadapi Nasabah Polis perusahaan asuransi legennis Negara, PT. Asuransi Jiwasraya. Adapun rekomendasi dimaksud sebagai berikut:

  1. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan Kementerian BUMN agar tetap mengaktifkan PT. Asuransi Jiwasraya hingga pembayaran hak-hak nasabah dapat terselesaikan seluruhnya.
  2. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, terutama PT. IFG Life agar segera menyelesaikan seluruh klaim atas polis nasabah asuransi Jiwasraya yang telah mengikuti restrukturisasi tanpa ada pengurangan manfaat dan tanpa dicicil.
  3. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, terutama PT. Asuransi Jiwasraya agar segera menyelesaikan utang atas polis nasabah asuransi Jiwasraya yang tidak mengikuti restrukturisasi sesuai dengan nilai piutang yang dimiliki oleh nasabah.
  4. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, untuk menempatkan unsur pemerintah di dalam jajaran dewan komisaris dan dewan direksi pada IFG Life agar dapat melakukan pengawasan atas aset negara yang ada di IFG Life karena IFG Life adalah anak usaha baru yang di bentuk PT. BPUI / IFG yang telah direbranding sebelumnya sebagai anaknya BUMN.
  5. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan Kementerian BUMN agar membuka kepada publik tentang data nasabah yang ikut restrukturisasi sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
  6. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan Kementerian BUMN, terutama PT. IFG Life agar tidak melakukan pengurangan nilai manfaat atas polis hingga sebesar 40% dan tidak melakukan pembayaran secara diangsur karena dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim.
  7. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan pemerintah untuk mencari jalan keluar penyelesaian permasalahan pensiunan dan pegawai PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) sebagai dampak permasalahan Jiwasraya.
  8. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan Kementerian BUMN untuk mengevaluasi BUMN perasuransian, khususnya PT. IFG Grup, PT. Asuransi Jiwasraya, dan PT. IFG Life yang tidak kooperatif pada Pansus DPD RI yang dinilai tidak transparan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
  9. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan BPK RI agar melakukan audit investigasi terhadap pelaksanaan restrukturisasi polis asuransi Jiwasraya yang telah menggunakan APBN tahun 2021 sebesar Rp. 20 triliun melalui PMN.
  10. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperketat pengawasan di sektor perasuransian, khususnya pengawasan terhadap jenis produk dan investasi pada asuransi.
  11. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan DPR dan Pemerintah untuk segera membentuk UU tentang Lembaga Penjamin Polis (LPP) sebagaimana amanat UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian guna melindungi nasabah asuransi.
  12. Pansus Jiwasraya DPD RI merekomendasikan pemerintah dan DPR RI untuk segera melakukan revisi terhadap UU No. 40 Tahun 2014 tentang perasuransian.

Disamping itu juga, Pansus Jiwasraya DPD RI meminta kepada Pimpinan DPD RI:

(1) Meminta kepada Presiden RI mengevaluasi Kementerian BUMN dalam penanganan masalah Jiwasraya termasuk dalam kaitan pembahasan dengan Pansus Jiwasraya DPD RI.

(2) Meminta Menteri BUMN dan Menteri Keuangan untuk mengganti Komisaris dan Direksi PT. BPUI, PT. Asuransi Jiwasraya dan PT. IFG Life yang secara bersama-sama tidak hadir dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Pansus Jiwasraya DPD RI.

Kami berharap kepada Pemerintah RI, dan khususnya meminta kepada Bapak Presiden Jokowi untuk turun langsung ke lapangan meng-cross-check benar-tidaknya laporan bawahannya selama ini. Dan juga menghentikan Praktek Churning Twissting polis nasabah Jiwasraya yang kami sebut sebagai bentuk restrukturisasi bodong sebagai kedok dalam penyelamatan polis Negara.

Untuk mencegah terjadinya kerugian rakyat yang lebih besar, khususnya terhadap seluruh nasabah polis Jiwasraya, direkomendasikan pula agar permasalahan hukum yang terjadi pasca implementasi restrukturisasi Jiwasraya tersebut dapat dicarikan solusi lain yang tidak merugikan rakyat dan citra BUMN perasuransian itu sendiri di masa depan.

Sesungguhnya telah terjadi skenario pengkianatan Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya (RPKJ) yang ujungnya hanya menghentikan usaha asuransi Jiwasraya. Praktek Churning Twissting dilakukan secara tidak sah itu telah memotong serta menghilangkan hak-hak seluruh nasabah polis Asuransi Legendaris Negara. (LTN/REd)

Penulis : Mantan Unit Manager Jiwasraya ||Consultants Adviser ||Anggota KUPASI || Anggota PPWI|| email: [email protected]

Narasumber |Pewarta : Latin, SE |Wl. Editor Red : Liesnaega.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan