Islam sebagai Peradaban Universal: Pelajaran dari Kritik PM Malaysia terhadap Gus Miftah

  • Whatsapp

INFOINDONESIAINEWS.COM | BANDUNG – Dalam dunia yang semakin terhubung, tindakan dan ucapan seorang tokoh publik tidak hanya beresonansi di lingkup lokal tetapi juga melampaui batas-batas negara. Hal ini terlihat dari kritik Perdana Menteri Malaysia terhadap ceramah Gus Miftah, seorang tokoh agama terkemuka dari Indonesia. Kritik ini mencuat sebagai respons terhadap konten ceramah yang dianggap tidak mencerminkan akhlaqul karimah, serta menjadi contoh buruk bagi masyarakat Muslim di Malaysia.

*Islam sebagai Peradaban Universal*

Islam, sejak awal penyebarannya, telah memposisikan dirinya sebagai agama yang menanamkan nilai-nilai universal yang luhur. Prinsip akhlaqul karimah (akhlak yang mulia) bukan hanya menjadi pedoman moral pribadi, tetapi juga cerminan dari peradaban Islam itu sendiri. Ketika seorang pemuka agama berbicara atau bertindak, ucapan dan tindakannya diharapkan mencerminkan nilai-nilai tersebut, bukan hanya untuk umat di sekitarnya tetapi juga untuk umat Islam di berbagai belahan dunia.

Kritik dari PM Malaysia terhadap ceramah Gus Miftah menunjukkan betapa pentingnya menjaga marwah Islam sebagai agama yang mengajarkan kedamaian, penghormatan, dan etika universal. Tindakan atau pernyataan yang melukai perasaan umat Islam di negara lain, meski tidak dimaksudkan demikian, dapat menimbulkan perpecahan dan salah paham di kalangan umat Muslim internasional.

*Islam Tidak Mengenal Superioritas Lokal*

Salah satu pelajaran penting dari peristiwa ini adalah bahwa Islam tidak mengenal superioritas lokal. Setiap Muslim di dunia terikat pada sistem nilai yang sama, yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah. Tidak ada tempat untuk merasa paling Islami atau merasa lebih benar dalam menjalankan agama dibandingkan umat Muslim lainnya.

Ketika seorang tokoh agama berbicara tanpa memperhatikan sensitivitas lintas budaya dan lintas negara, ia berisiko menciptakan kesan bahwa Islam di negaranya lebih unggul dibandingkan di tempat lain. Padahal, keberagaman budaya di kalangan umat Islam seharusnya menjadi kekayaan, bukan alasan untuk saling merendahkan.

*Pentingnya Adab dalam Berdakwah*

Ceramah atau dakwah seharusnya menjadi jalan untuk menyebarkan kebaikan, bukan memecah belah. Dalam konteks dakwah, adab (etika) berbicara adalah hal yang sangat penting. Rasulullah SAW sendiri telah memberikan teladan bagaimana menyampaikan pesan Islam dengan penuh kelembutan, kebijaksanaan, dan penghormatan terhadap audiens.

Ketika ceramah Gus Miftah dikritik karena dianggap tidak sesuai dengan prinsip akhlaqul karimah, ini menjadi pengingat bagi semua pendakwah untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan pesan. Dakwah yang tidak bijak, terutama ketika tersebar luas melalui media modern, berpotensi menciptakan kontroversi yang tidak perlu dan justru menjauhkan umat dari pesan Islam itu sendiri.

*Merawat Marwah Umat Islam di Mata Dunia*

Sebagai umat Islam, kita memiliki tanggung jawab kolektif untuk menjaga marwah (kehormatan) Islam di mata dunia. Setiap tindakan, baik secara individu maupun kolektif, mencerminkan agama yang kita anut. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim, terutama tokoh agama, untuk selalu menjaga ucapan dan tindakan agar tidak melukai perasaan umat Islam di tempat lain.

Kritik PM Malaysia terhadap Gus Miftah juga menjadi pengingat bahwa Islam bukan hanya agama pribadi, tetapi juga peradaban yang dihormati di dunia. Ketika seorang tokoh agama berperilaku atau berbicara yang dianggap melampaui batas oleh umat Islam di negara lain, hal ini dapat merusak citra Islam secara keseluruhan.

*Kesimpulan*

Peristiwa ini mengajarkan kita bahwa Islam sebagai peradaban universal harus dijaga oleh semua umat Muslim, tanpa memandang batas negara atau budaya. Merasa paling benar dalam beragama tidak hanya berpotensi melukai perasaan umat Islam lain, tetapi juga mencederai nilai-nilai dasar Islam itu sendiri.

Dalam berdakwah, sikap saling menghormati dan bijaksana adalah kunci untuk merawat persatuan dan kehormatan Islam di mata dunia. Sebagai Muslim, kita tidak hanya bertanggung jawab kepada Allah SWT, tetapi juga kepada sesama umat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Jangan sampai perilaku atau ucapan kita menjadi sebab perpecahan, karena Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi semesta alam. (*)

Narasumber Penulis : Ali Syarief Ketum PPWI Wilson Lalengke S.Pd.,M.Sc.MA. Pengurus PPWI Nasional. Editor Red : Egha.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan