infoindonesiainews.com | MINGGU, 23 OKTOBER 2022.
Artikel Oleh: Andre Vincent Wenas
JAKARTA | Menohok sih, walau pesannya melingkar. Khas Jokowi memang. Siapa lagi asosiasi publik tentang tokoh yang ‘Gak Bener’ itu? Semua sudah tahu sama tahu.
Kejadiannya di acara HUT Partai Golkar ke-58 tahun kemarin. Persisnya cuplikan pidato Presiden Joko Widodo itu seperti ini:
“Golkar sebagai partai yang sudah matang, punya pengalaman malang-melintang, sudah 58 tahun, ini pengalaman yang sangat panjang. Banyak makan asam garam dalam perpolitikan Indonesia. Oleh sebab itu saya yakin Golkar akan dengan cermat, akan dengan teliti, akan dengan hati-hati, tidak sembrono dalam mendeklarasikan calon presiden dan wakil presiden 2024…”
Lalu disambung, “Dan saya juga meyakini bahwa yang akan dipilih oleh Partai Golkar, capres maupun cawapres, ini adalah tokoh-tokoh yang ‘bener’. Silahkan terjemahkan sendiri!”
Apakah ini sebuah sindiran halus yang bikin ketawa, atau malah sebuah sinisme politik yang seperti silet telah mengiris perasaan sementara pihak?
Bahwa untuk menentukan calon pemimpin bangsa memang disyaratkan suatu ‘wisdom’ (kebijaksanaan) yang lewat pengalaman malang-melintang serta telah makan asam garam perpolitikan Indonesia jadi mampu untuk tidak sembrono! Mampu cermat, teliti dan hati-hati!
Maksudnyanya tidak sembrono itu ya mampu cermat, teliti serta hati-hati? Kenapa? Supaya, “…yang dipilih…adalah tokoh-tokoh yang ‘bener’.” Lalu disambung, “Silahkan terjemahkan sendiri!”
Tersirat nada kegundahan, yang akhirnya terumuskan dalam kata perintah (imperative sentence) yang dengan sopan diartikulasikan, “Silahkan terjemahkan sendiri!”
Baik, kita terjemahkan sendiri: bahwa lawan kata dari “yang bener” tentunya adalah “yang gak bener”. Betul khan? Dan, siapa yang dimaksud dengan tokoh yang “gak bener” itu? Silahkan terjemahkan sendiri!
Kalau masih perlu bantuan gugel, silahkan ketik: gabener.
Belum selesai, Jokowi masih cerita perumpamaan tentang 2 calon pilot yang bakal direkrut. Pilot pertama berjanji akan mematuhi semua aturan penerbangan, sedangkan pilot kedua mengumbar janji bakal memberi kelas bisnis plus diskon tiket bagi penumpang.
Mana yang bakal kita pilih? Yang disiplin taat aturan, atau yang mengumbar janji tak masuk akal? Kita tafsirkan, kalau membiarkan semua masuk kelas bisnis dengan tiket diskon (ini seperti membiarkan bancakan berjamaah APBD misalnya, yang penting tidak saling usik, tak peduli korporasi itu bakal bangkrut).
Semiotika politik Jokowi dalam pidatonya kali ini terlalu gamblang. Mungkin itu yang membuat Surya Paloh tersipu-sipu.
Narasumber Pewarta :
Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta. Editor Red : Liesnaega.