infoindonesiainews.com | SABTU, 30 APRIL 2O22.
JAKARTA | Kaos politik itu soal biasa di masa kampanye. Semua partai dan hampir semua kandidat, mulai dari capres, cagub, cabup, cawali, caleg, dan cakades pun memanfaatkannya. Bahkan kampanye pemilihan Ketua OSIS atau Ketua Alumni pun ikut pakai cara ini juga. Tak jadi soal.
Pasang logo parpol, foto diri, dan tulisan besar-besar di kaos untuk kemudian dibagikan gratis. Atau bisa juga ada yang jual untuk mereka (para loyalis) yang mau membelinya. Tak ada yang istimewa, terjadi di setiap putaran masa kampanye yang agendanya tercatat di KPU, serta dipelototi oleh Bawaslu.
Itu namanya Kaos Politik yang dibagi-bagi pada masa kampanye politik. Kegiatan politiknya boleh juga disebut sebagai Politik Kaos. Semasa kampanye jadi wajar saja karena terjadinya pada saat serta tempat yang tepat. Lagi pula produksinya tidak dengan mengutil anggaran rakyat.
Tapi, manakala Kaos Politik itu dimainkan pada saat dan tempat yang tidak semestinya maka itu jadi Politik Kaos yang tidak etis. Bahkan bisa melanggar hukum. Coba perhatikan Pasal 276 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan KPU (PKPU) nomor 23 tahun 2018.
Pelaksana, peserta dan Tim Kampanye Pemilu dilarang: menggunakan falisitas pemerintah…dst. Lalu, Pelaksana dan/atau Tim Kampanye dalam kegiatan kampanye dilarang melibatkan: pejabat negara…dst. Aparatur Sipil Negara…dst. Itu semua tercatat di PKPU Pasal 69 poin 1 huruf ‘h’ dan poin 2 huruf ‘e’ dan ‘f’.
Lagi pula, menurut agenda KPU, sekarang bukanlah masa kampanye khan? Bisa-bisa kegiatan seperti itu bisa dituduh sebagai aksi “nyolong-start”, dan ini sangat memalukan! (bagi yang masih punya rasa malu tentunya).
Menjadi lebih memprihatinkan jikalau…
Terjadinya di momen kedinasan resmi pemerintah daerah: Pelepasan resmi pemudik yang dibiayai oleh APBD. Begitu khan yang kita pahami dari video dan berita yang beredar viral?
Prihatin, justru di penghujung bulan puasa (Ramadan yang suci ini) bukankah semestinya semua menahan nafsu (termasuk libido berkuasa)? Tapi ini malah ada yang mengumbar syahwat berkuasa lewat cara kampanye yang sama sekali tidak etis, serampangan dan potensial melanggar aturan.
Di sebuah kota antah berantah…
Dipertontonkan dengan tanpa tedeng aling-aling, bahwa Politik Kaos itu dilakukan (terjadinya) persis di depan hidung seorang Kepala Daerah.
Dan terhadapnya Gubernur tidak melarang atau setidaknya menghimbau agar relawannya tidak melakukannya. Malu. Tapi ini kok malah berselfi-ria, bahkan dengan mengenakan seragam dinas!
Astaghfirullah! Naudzubillah min dzalik.
NARASUMBER PEWARTA :
Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta. EDITOR RED : LIESNA EGA.