INFOINDONESIAINEWS.COM | JAKARTA – Kenapa debat capres dan cawapres dilakukan dan harus disiarkan secara langsung? Tujuannya agar warga tahu siapa yang layak dipilih menahkodai negara dan bangsa, guna menjawab berbagai persoalan.
Setelah tahu, lantas memilih secara logis, rasional, dengan kecerdasan, pengetahuan dan keinginan serta mimpinya terhadap kondisi bangsa yang lebih baik.
Sayangnya, tidak semua warga memperhatikan dan mengikuti debat. Akhirnya memilih dengan emosional. Terpesona gimmick, branding dan segala bungkus yang dikemas agar menarik. Bahkan yang lebih parah, memilih karena dibayar, dikasih uang 250 ribu, 350 ribu, atau disuap dengan sembako.
Yang penting disimak dari debat, apakah visi, misi, program dan segala langkah kebijakan yang akan diambil, mampu menjawab persoalan atau tidak.
Tidak dapat dipungkiri, ada yang pandai beretorika, berlogika, atau menguasai banyak teori. Tapi, apakah solusi yang tawarkan logis atau tidak?. Realistis menjawab persoalan atau justru menambah persoalan?.
Sederhananya, antara problem yang dirasakan warga, mesti sesuai dengan solusi yang ditawarkan saat debat. Bila tidak ada hubungannya, kebudayaan Banjar menyindirnya dengan ungkapan, “nang gatal dagu, nang digaru siku”.
Bila tidak singkron, tidak mungkin terjadi perbaikan. Perlunya celana, yang dibeli baju. Butuh beras untuk makan, yang dibeli justru sepatu.
Selain harus singkron antara problem dan solusi, juga harus memiliki kemampuan dalam melaksanakannya, serta konsistensi – berkelanjutan.
Tentu sulit menjatuhkan pilihan hanya dengan melihat sosok bersangkutan melalui debat. Karena itu, yang lebih penting lagi adalah, melihat jejak rekam yang bersangkutan. Bagaimana sebenarnya perjalanan karir, kiprah dan karya dari sosok pemimpin yang akan dipilih.
Bukankah pemimpin terpilih, potret dari pemilihnya, karenanya jangan salah pilih. Cari yang mampu menjawab persoalan. Jangan sampai, “nang gatal dagu, nang digaru siku”. (Noorhalis Majid)
NARASUMBER PEWARTA: NM. EDITOR RED: LIESNAEGHA.