infoindonesiainews.com | SENIN, 19 SEPTEMBER 2022.
OPINI
JAKARTA | Lukas Enembe, Gubernur Papua ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Lalu Partai Demokrat bereaksi, beritanya begini, “Demokrat Bela Lukas Enembe yang Jadi Tersangka di KPK: 7 Kali Dapat WTP Berturut-turut.
Kemudian dijawab KPK, “KPK: Penetapan Lukas Enembe sebagai Tersangka Berdasarkan Alat Bukti yang Cukup.”
Kita bertanya, apa hubungannya ditetapkan sebagai tersangka korupsi dengan “prestasi” dapat WTP 7 kali berturut-turut? Tidak ada!
Ya, tidak ada hubungannya sama sekali!
WTP itu singkatan dari Wajar Tanpa Pengecualian. Itu Opini yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan.
Ada 4 kriterianya: kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.
Diberi opini WTP lantaran laporan keuangannya dianggap memberi informasi yang bebas dari salah saji material. Ya, sajian yang material saja. Artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, organisasi itu dianggap telah mengikuti prinsip akuntansi yang berlaku umum. Itu saja.
Maka opini WTP itu tidak ada urusannya dengan praktek korupsi, oleh sebab catatan yang disajikan secara material bisa dipermak sedemikian rupa. Ah, semua sudah tahu sama tahu bukan? Ini bathil bukan? Dan ini jahat bukan? Kita prihatin!
Soal ketidak-adanya-hubungan antara WTP dengan praktek korupsi pernah saya buat catatannya, ada rekamannya di kanal youtube: https://www.youtube.com/watch?v=XKRoMaHWtlo (Judulnya: APA ARTINYA STATUS WTP KALAU MASIH KORUPSI JUGA?).
Jadi memang mengherankan kalau Partai Demokrat masih juga memakai status WTP itu sebagai “tameng” pembenaran bahwa Lukas Enembe kok bisa dituduh korupsi padahal WTP loh… 7 kali lagi!
Kata Herzaky Mahendra Putra dari Partai Demokrat, “Yang kami tahu, Provinsi Papua selama dua periode dipimpin oleh Lukas Enembe mendapatkan predikat opini WTP dari BPK selama 7 kali berturut-turut. Pemeriksaan oleh BPK tentunya melalui proses yang sangat ketat dan terukur.”
Iya memang prosesnya ketat dan terukur untuk penyajian data yang material. Dan jangan lupa juga, dulu (April 2016) Ahok pernah “perang” (halusnya: berpolemik) dengan petinggi BPK Prof.Dr. H.Rizal Djalil,MM. terkait kasus pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras di tahun 2014. Kata BPK waktu itu merugikan negara sampai Rp 191 miliar.
Rizal Djalil ini sebelumnya pernah menjabat sebagai Ketua BPK periode 28 April 2014 hingga 15 Oktober 2014.
Ahok berada di Gedung KPK sekitar 12 jam sampai akhirnya ia keluar tanpa rompi oranye! Bahkan dengan tertawa ia berceloteh,”Yang pasti saya kira BPK menyembunyikan data kebenaran!” Wah!
Katanya, BPK juga minta Pemprov DKI membatalkan pembelian lahan RS Sumber Waras, dan Ahok menilai permintaan itu tidak mungkin bisa dilakukan. “Karena pembelian tanah itu terang dan tunai. Kalau dibalikin harus jual balik. Kalau jual balik mau enggak Sumber Waras beli harga baru? kalau pakai harga lama kerugian negara. Itu aja,” ujarnya. Nah khan!
Soal dugaan adanya “kongkalikong” auditor BPK dengan instansi yang diperiksanya bagaimana? Ah, soal ini mungkin pemakai rompi oranye bisa bantu jawab.
Ujung kisah Ahok versus Rizal Djalil adalah: Ahok sekarang jadi Komut Pertamina, sementara Rizal Djalil dijebloskan penjara lantaran korupsi.
WTP? So what!!! Apa artinya kalau masih korupsi juga.
Narasumber Pewarta :
Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta. Editor Red : Liesnaega.