infoindonesiainews.com | SABTU, 8 OKTOBER 2022.
BANDUNG BARAT, JABAR | POSTUR ANGGARAN daerah yang tertuang dalam APBD menganut prinsip anggaran berimbang. Artinya menggambarkan keselarasan antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal daerah.
Dengan demikian, dalam merumuskan pendapatan daerah dan belanja daerah menganut prinsip dasar yang berbeda.
Pendapatan daerah harus menunjukkan target maksimal sesuai dengan kapasitas fiskal daerah. Sedangkan dalam merumuskan belanja daerah harus berorientasi pada minimalisasi dari target penganggaran.
Sehingga, manakala terdapat selisih lebih atau kurang pada rasio pendapatan dengan belanja, maka diimbangi pada pos pembiayaan. Akhirnya prinsip anggaran berimbang terpenuhi secara efektif dan efisien.
Namun dalam praktik penyusunan dan pembahasan anggaran yang dilakukan oleh pihak Pemda dalam hal ini Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama Badan Anggaran DPRD, sering menemukan proses “tarik ulur kepentingan” sehingga langsung maupun tidak langsung melenceng dari prinsip dasar penganggaran.
Artinya, lebih mendasari bagaimana potensi pendapatan daerah harus menyesuaikan dengan sektor belanja daerah yang sudah disepakati, dan bukan sebaliknya. Akhirnya postur anggaran tidak menunjukan tertib anggaran yang ekonomis, efisien dan efektif atau dengan kata lain, kebutuhan fiskal melampaui kapasitas fiskal daerah.
Oleh karenanya, sudah dapat dipastikan persoalan muncul dalam wilayah realisasi anggaran. Solusinya ? Dengan begitu mudahnya kedua belah pihak bersepakat akan diselaraskan pada perubahan APBD pada tahun anggaran berjalan.
Sehingga masalah menjadi bertumpuk setiap perjalanan tahun anggaran, dan berhadapan dengan persoalan yang sama, bahkan lebih rumit. Faktor inilah yang menjadi akar masalah dari isu defisit yang diungkapkan di ruang publik oleh daerah khususnya Pemda Kabupaten Bandung Barat saat ini.
Sehingga honor pegawai yang berstatus TKK di KBB saja yang baru dianggarkan pada APBD 2022 sampai dengan September 2022, pola penanganannya untuk membayar honor tiga bulan terakhir bagi TKK di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bervariasi.
Ada SKPD yang mampu mengalokasikan anggaran pada perubahan APBD, adapula yang mengurangi besaran honornya karena keterbatasan anggaran, bahkan satu SKPD yaitu Satpol PP merumahkan 115 TKK karena ketidak sediaan anggaran untuk membayarnya. Hal ini cukup memprihatinkan.
Akhirnya gejolak muncul dengan sendirinya. Pertanyaan menggelitik, mengapa alokasi anggaran untuk membayar honor tiga bulan terakhir bagi TKK tidak menjadi prioritas pada perubahan APBD 2022 ? Konon pada perubahan APBD 2022 ini di sektor belanja ada kenaikan kisaran 200 M ? Walaupun isu defisit masih terus menerpa kinerja pengelolaan keuangan di KBB.
Ya, apa mau dikata, karena “mengatasi masalah dengan masalah” dan tidak menerapkan tagline Kantor Pegadaian, “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”. Wallohu A’lam. ****
NARASUMBER : DJAMU KERTABUDHI. ( PEMERHATI PEMERINTAHAN DAN POLITIK UNUR ). PEWARTA : YAKUB ANWAR LEWI. EDITOR RED : LIESNAEGA .