INFOINDONESIAINEWS.COM | BENER MERIAH – Sidang gugatan Samsul Bahri, Tgk. Jafaruddin dan Umar selaku para Penggugat pada perkara nomor : 11/Pdt.G/2023/PN.STR., di Pengadilan Negeri (PN) Simpang Tiga Redelong melawan Pemerintah pusat dan daerah terkait penggunaan tanah garapan para Penggugat tanpa dilakukan terlebih dahulu pembebasan lahan disertai ganti kerugian pada pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Keureuto akan dinyatakan tidak beritikad baik.
Hal itu lantaran para kuasa Pemerintah pusat maupun daerah sebagai para Tergugat tidak memiliki surat kuasa untuk mewakili di mediasi meski Hakim Mediator telah memberikan 2 (dua) kali panggilan secara sah dan patut berturut-turut, kemudian para Tergugat juga tidak menanggapi resume perkara dari pihak Penggugat, karenanya PN Simpang Tiga Redelong harus menyatakan penetapan bahwa para Tergugat tidak beritikad baik sebagaimana diatur Pasal 23 ayat (3) Jo. Pasal 7 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung RI No.1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Perma Mediasi No.1/2016).
Hal itu disampaikan praktisi hukum Jakarta, Yuyung Priadi, SH., saat menanggapi hasil mediasi sebagaimana informasi yang diterimanya dari para Penggugat, Kamis (11/01/2024).
Diketahui para Tergugat pada perkara tersebut yaitu Presiden RI, Menteri PUPR, Menteri ATR/BPN, Menteri BUMN, Menteri Dalam Negeri, BWS Sumatera 1, Gubernur Aceh, Pemda Bener Meriah, BPN Kabupaten Aceh Tengah, PT Brantas Abipraya, PT Indrapurindo Marga Bakti Utama, PT Pelita Nusa Perkasa (KSO) dan Saifullah CS.
Menurut pengacara dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) itu, bahwa sebagaimana Pasal 23 ayat (1) dan (2) Perma Mediasi No.1/2016 menyebutkan Tergugat yang tidak beritikad baik dikenai kewajiban pembayaran biaya mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan mediasi.
“Dengan adanya fakta hari ini pada proses mediasi para pihak dimana Pemerintah pusat dan daerah sebagai Tergugat tidak menanggapi resume perkara dari Penggugat terkait permintaan pertanggungjawaban ganti kerugian, maka dapat disimpulkan tidak terdapat itikad baik dalam menyelesaikan permasalahan terkait tuntutan ganti kerugian terhadap pembebasan lahan garapan para Penggugat yang telah dikuasainya sejak tahun 2004,” kata Yuyung.
Yuyung menjelaskan, bahwa para Penggugat adalah pihak yang dapat membuktikan sebagai pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik dengan bukti kepemilikan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah dan bukti pembayaran pajak bahkan diperkuat adanya surat keterangan tanah dari Pemerintah Desa Simpur sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (2) huruf f dan Pasal 24 ayat (2) huruf d dalam penjelasannya PP Pengadaan Tanah No.19/2021.
“Bukti surat dimaksud menunjukan bahwa para Penggugat adalah Pihak yang Berhak terhadap penguasaan tanah tersebut sebagaimana ditegaskan Pasal 1865 KUHPerdata,” ujarnya.
Anggota PERKHAPKI (Perhimpunan Konsultan Hukum Perpajakan dan Kepabeanan Indonesia) itu juga menjelaskan, bahwa Pengadaan Tanah sebagaimana Pasal 1 angka (2) UU Pengadaan Tanah No.2/2012 adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
Bahwa sebagaimana Pasal 5 UU Pengadaan Tanah No.2/2012 menegaskan, Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Berdasarkan Pasal 5 UU Pengadaan Tanah No.2/2012 ketika para Tergugat dalam hal ini Pemerintah tidak melakukan pembebasan lahan disertai ganti kerugian maka Hakim PN Simpang Tiga Redelong harus memberikan perintah kepada para Tergugat untuk menghentikan pekerjaan pembangunan Bendungan Keureuto di Kabupaten Bener Meriah hingga adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap,” kata Yuyung.
“Ketika pemerintah saja sudah tidak memberikan keadilan kepada masyarakatnya, maka keadilan pada perkara ini bersandar di PN Simpang Tiga Redelong. Namun ketika keadilan tidak juga didapatkan maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan penegak hukum pada negara ini akan semakin buruk,” pungkasnya.
Narasumber: Rahman. Pewarta: AA. Editor Red: Liesnaega.