infoindonesiainews.com | JAKARTA – Prof. Mahfud MD sebagai Menkopolhukam yang waktu itu dengan gencar mempertanyakan aliran duit korupsi BTS. Ada yang mengalir ke tiga parpol besar selain Nasdem, yaitu ke PDIP dan Gerindra. Begitu diberitakan Kompas.com pada 23 Mei 2023.
Dari proyek senilai 10 triliun yang dikorupsi 8 triliun, alias 80%-nya. Memang rasa malu tidak berlaku di kasus ini, atau memang mereka sudah tidak punya lagi rasa malu itu.
Selama proses peradilan terungkap beberapa puluh miliar pihak sana, dan beberapa ratus miliar ke pihak sini, total sekitar setriliun. Pertanyaannya, itu khan baru setriliun, lalu yang tujuh triliun lagi kemana tuh duit yang dikorupsi?
Mengenai hal ini kok belum ada penjelasannya sampai sekarang? Siapa saja atau pihak mana saja yang makan duit rakyat sebanyak itu?
Supaya nggak kehilangan konteks, begini gambaran kasus itu singkatnya:
Waktu itu Prof. Mahfud MD memperoleh informasi bahwa ada aliran dana dugaan korupsi pembangunan menara BTS yang mengalir ke tiga partai politik (Nasdem, PDIP dan Gerindra).
“Saya dapat informasi itu dan saya sudah lapor ke presiden, saya tidak akan masuk ke urusan politik. Ini hukum murni, biar hukum yang menentukan itu,” kata Menko Mahfud MD pada 23 Mei 2023 lalu.
Untuk pendalaman atau penyelidikan kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G itu menjadi kewenangan aparat penegak hukum (APH). Maka Mahfud mempersilakan Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan itu.
Perihal ini Mahfud menganggapnya sebagai gosip politik, lantaran “pembuktiannya akan rumit dan mungkin menimbulkan kemelut politik.”
Proyek BTS ini sudah berjalan sejak tahun 2006. Tapi, baru terbentur masalah pada anggaran tahun 2020. Kata Mahfud, “(Proyek) itu berlangsung sejak tahun 2006 sampai tahun 2019 berjalan bagus, baru muncul masalah sejak anggaran tahun 2020, yaitu ketika proyek senilai Rp 28 sekian triliun itu dicairkan dulu sebesar 10 koma sekian triliun pada tahun 2020-2021.”
Ketika anggaran (dana) itu hendak dipertanggungjawabkan pada Desember 2021, ditemukan fakta tentang tidak adanya pembangunan menara BTS seperti yang sudah dianggarkan. Alias proyek bodong.
Maka kontraktornya pun meminta perpanjangan waktu untuk membangun BTS sampai bulan Maret 2022. Alasannya gegara pandemi Covid-19. Mahfud bilang, “Padahal, uangnya sudah keluar tahun 2020-2021, minta perpanjangan sampai Maret, seharusnya itu tidak boleh secara hukum tapi diberi perpanjangan.”
Ujungnya, kerugian yang dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditaksir mencapai Rp 8,03 triliun. Sementara dana yang digulirkan untuk mendanai proyek ini mencapai Rp 10 triliun.
Dalam proses peradilan salama ini baru sekitar setriliun yang terungkap. Maka sekarang yang masih perlu dikejar informasi lengkapnya kemana duit yang tujuh triliun itu?
Katanya ada soal mark-up? Berapa besar mark-up-nya? Siapa saja yang bermain di situ?
Ini soal uang rakyat yang mesti jelas pertanggungjawabannya.
Narasumber Pewarta: Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta. Editor Red : Liesnaega.