infoindonesiainews.com | MINGGU, 27 FEBRUARI 2022.
KOTA BANDUNG, JABAR | Sekretaris Umum PRIMA DMI Jawa Barat, Robby Xandria Mustajab menyampaikan, Surat Edaran Menteri Agama (SE Menag) No 5 tahun 2022 tentang penggunaan pengeras suara di masjid menyiratkan tanda tanya besar.
Pasalnya Edaran yang ditanda tangani oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas pada 18 februari 2022 dimaksudkan untuk menciptakan ketentraman, ketertiban dan keharmonisan antar warga.
Pertanyaannya adalah apakah penggunaan toa masjid menciptakan masyarakat tidak tentram? atau membuat masyarakat tidak tertib? Lebih jauh apakah penggunaan toa masjid dapat menciptakan masyarakat yang tidak harmonis?Meski secara redaksi edaran tersebut berbentuk himbauan, edaran ini juga mengatur mengenai kualitas pengeras suara secara maksimal mencapai 100 desibel.
Disini artinya setiap masjid membutuhkan teknisi sound yang paham mengenai pengaturan suara.Selain itu edaran ini juga mengatur mengenai pengeras suara masjid luar dan dalam dimana pengeras suara luar masjid maksimal hingga Pukul 22.00 Wib.
Permasalahannya adalah tidak semua masjid di Indonesia itu masjid besar yang memiliki kualitas pengeras suara luar dan dalam masjid.
Waktu penggunaan pengeras suara juga berlaku untuk mengingatkan waktu shalat (Dzuhur, Ashar, Magrib, Isya) selain hari jumat sebelum adzan maksimal 5 menit.
Dan untuk pembacaan Al-Qur’an di waktu subuh dan hari jumat maksimal 10 menit sebelum adzan. Pun juga penggunaan pengeras suara untuk hari-hari besar Idul fitri, Idul Adha, Puasa, dan sebagainya harus memperhatikan lama dan dan kualitas suara dari pengeras suara.
Selanjutnya menjadi pertanyaan mengenai sanksi bagi yang memutar lebih lama dan tidak sesuai dengan edaran ini? Apakah jika masjid melanggar akan dijatuhi hukuman oleh aparat penegak hukum yang ada hanya karena menjalankan syariat Agama?
Secara konstitusi, memang dijelaskan dalam pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis,”ungkapnya.
Namun perlu kita pahami juga dalam istilah hukum (legal term) disebutkan Lex Specialist derogat Lex Generalist, bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.
Dalam penerapan edaran no 5 tahun 2022 ini sejatinya pemerintah juga harus memperhatikan kearifan dan norma yang berlaku di masyarakat (Lex specaist) yang juga pasti lebih memahami lingkungannya.
Apakah terdapat saudara sebangsa yang berbeda iman dan bagaimana merangkulnya dalam bingkai NKRI untuk saling menghargai. Hukum bersifat khusus yang berlaku di masyarakat seperti ini juga harus diperhatikan.
Masyarakat kita memiliki local genius yang mampu memperhatikan norma dan etika yang berlaku di lingkungannya.
Untuk itu semua, harus diperhatikan secara seksama mengenai substansi dan maksud dari diberlakukannya edaran ini. Agar dapat diteima semua pihak baik dari umat muslim maupun non-muslim.
Namun hal yang semakin membuat pertanyaan sekaligus kemarahan publik adalah ketika Menteri agama membandingkan pengeras suara masjid dengan gonggongan anjing.
Atas kajian yang mendalam dan didukung dengan berbagai sumber yang relevan, Kami pengurus Perhimpunan Remaja Masjid Dewan Masjid Indonesia Pimpinan Wilayah Jawa Barat (PRIMA DMI JABAR) menyatakan bahwa” Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas harus meminta maaf secara khusus kepada umat Islam dan umumnya kepada masyarakat Indonesia atas kata-kata yang tidak bisa dijaga tersebut,” pungkasnya.
NARASUMBER PEWARTA : MAYA. EDITOR RED : LIESNA EGA.