infoindonesiainews.com |JAKARTA – Telah diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (10/08/23), bahwa Peninjauan Kembali (PK) DPP Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) dinyatakan ditolak. Keputusan ini sesungguhnya tidak terlalu mengejutkan bagi saya, karena sejak awal saya sudah melihat adanya kejanggalan terhadap berbagai hal yang mengiringi perjuangan kami, juga terhadap upaya hukum yang teman-teman kami tempuh atau lakukan.
Pertama, keputusan sengketa kepengurusan Partai Politik yang berujung pada pengesahan kepengurusan Parpol oleh Menkumham misalnya, harusnya hal tersebut tidak semestinya dilakukan oleh Menkumham sebagai pejabat pemerintah, karena hal itu akan menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest). Akan tetapi karena Undang-Undang Parpol kita menyatakan seperti itu, ya mau apalagi.
Kalau di Jerman antara Pemerintah (Regierung) dan Administrasi Negara (Verwaltungsstaat) itu dibedakan. Untuk hal-hal yang menyangkut kebijakan yang berkenaan dengan kepentingan publik seperti pengesahan kepengurusan Parpol itu harusnya diputuskan oleh pejabat administrasi negara/publik, dan bukan oleh menteri yang merupakan pembantu presiden atau representasi dari Pemerintah (Pejabat Pemerintah).
Jadi semestinya dari awal, yang harusnya memutus sah tidaknya kepengurusan Parpol itu ya Pengadilan Administrasi Negara semisal PTUN atau PTTUN. Dan sebelum mereka memutuskan, mereka harus memberitau terlebih dahulu akan apa yang akan diputuskan, dan diberikan hak jawab atau bantahan, klarifikasi dlsb. pada pihak-pihak yang bersengketa. Ini harus dilakukan agar tidak ada kecurigaan akan adanya pemihakan terhadap salah satu kubu dari pengadilan. Jika semua itu bisa dilakukan di masa mendatang, maka netralitas politik Pemerintah akan lebih terjaga.
Kedua, sudah menjadi rahasia umum, bahwa apa yang terjadi pada Partai Demokrat, adalah konflik internal yang bermuara dari pelanggaran Undang-Undang Partai Politik yang dilakukan oleh Pengurus PD pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono. Mereka itu selain merubah seenaknya AD/ART partai yang bertentangan dengan UU Parpol, juga bertentangan dengan Konstitusi Negara. Nah apa yang kami lakukan dengan menyelenggarakan KLB, adalah reaksi dari itu semua. Sayangnya para pihak yang berwenang memutus perkara ini tidak terlalu tanggap dan jeli.
Ketiga, saya sangat menyayangkan adanya pernyataan Menko Polhukam beberapa waktu lalu yang seolah mengintimidasi hakim MA, dengan mengatakan mereka mabok kalau sampai memenangkan PK Moeldoko. Bagi saya ini tindakan yang selain kurang arif dan bijaksana, juga menyalahi prinsip etika pejabat pemerintah yang benar. Ini tidak adil, mengingat Trias Politica jelas memisahkan kewenangan antara eksekutif dan yudikatif. Apa yang dilakukan oleh Menko Polhukam itu bagi saya sudah masuk ke ranah intervensi.
Meski demikian, dari lubuk hati yang paling dalam, saya harus berani secara gentle menyatakan: Terimakasih untuk para hakim MA yang telah memutuskan pengajuan PK kami, meskipun dengan keputusan menolak. Tidak masalah, karena dalam pertarungan politik keputusan kalah ataupun menang sesungguhnya bukanlah tujuan, melainkan benar ataupun salahnya.
Selain itu saya juga turut mengucapkan, Selamat pada Menkumham Bapak Yasonna H. Laoly yang telah memenangkan perkara ini. Mohon maaf yang sebesar-besarnya, karena dengan adanya perkara sengketa internal Partai Demokrat ini bapak menjadi sangat lebih sibuk. Terakhir, kami ucapkan selamat atas kemenangannya pada Mas Agus Harimurti Yudhoyono dan semua jajaran kepengurusannya di Partai Demokrat, semoga kita semua masih terus bersemangat untuk melanjutkan perjuangan demi Indonesia yang demokratis, beradab dan maju di masa depan, meski di lini perjuangan yang berbeda…(SHE).
Jakarta, 10 Agustus 2023.
Narasumber Pewarta: Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat Pimpinan Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko. Editor Red: Liesnaega.