infoindonesiainews.com |JAKARTA – Indonesia Police watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menurunkan Propam Polri untuk memeriksa oknum Polri yang tergabung dalam Tim Damai Cartenz 2023 dan Kapolres Nduga. Desakan IPW tersebut terkait dengan tindakan kekerasan dan perendahan martabat kemanusiaan oleh polisi pada tokoh agama dan warga sipil pada 17 September 2023 lalu, yang terjadi di Distrik Keneyam, Nduga, Papua.
Berita terkait di sini: Surat Terbuka kepada Bapak Kapolri, Bapak Panglima TNI, Bapak Kapolda Papua, dan Bapak Pangdam Cenderawasih Papua (https://www.papualives.com/surat-terbuka-kepada-bapak-kapolri-bapak-panglima-tni-bapak-kapolda-papua-dan-bapak-pangdam-cenderawasih-papua/)
Saat penggrebekan terkait dengan gerakan TPNPB OPM Pimpinan Egianus Kogoya di rumah Ketua DPRD Kabupaten Nduga dan di Kantor Klasis Gereja Kingmi Keneyam, Nduga, Papua, itu diduga kuat terjadi penyiksaan dan penganiayaan terhadap orang-orang yang ditangkap polisi. Menurut Ketua IPW, Sugeng Tegush Santoso, pihaknya mendapat informasi dan permintaan bantuan dari para korban.
“IPW mendapat nformasi dan permintaan atensi dari masyarakat Papua bahwa tindakan kekerasan dan perendahan martabat dengan menyebut Gereja Setan itu dialami oleh pendeta Natanaiel Tabuni (Bendahara Sinode Kingmi Papua) yang mulutnya berdarah dan giginya patah. Kemudian, Pendeta Sakeus Kogoya (Ketua Klasis Gereja Kingmi Keneyam) yang ditendang beberapa kali pada tulang rusuk dan punggung belakang serta bagian pelipis kepala mengalami lecet,” ungkapnya kepada media ini, Selasa, 3 Oktober 2023.
Sementara itu, ada juga masyarakat bernama Ibu Naina Lani (seorang ibu rumah tangga) dipukul di bagian kepala belakang. Demikian juga Ibu Dik (ibu rumah tangga) mengalami pemukulan di kepala samping dekat telinga. Kekerasan yang dilakukan aparat itu juga mengakibatkan pintu Kantor Klasis Keneyam rusak, serta laptop dan HP milik terduga TPNPB OPM, termasuk HP milik pimpinan gereja turut hilang.
IPW menilai tindakan kekerasan pada warga sipil oleh kepolisian terkait penegakan hukum yang dilakukan polisi sangat tidak dibenarkan menurut ketentuan UU maupun kode etik kepolisian. Apalagi menyasar pada perempuan dan pimpinan keagamaan yang tidak terkait dengan urusan penegakan hukum oleh polisi.
Bahkan dalam menjalankan kewenangan penegakkan hukum, Polri diwajibkan menurut hukum, harus menghormati hak asasi manusia yang secara teknis juga diatur dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Kewenangan penegakan hukum oleh Polri terhadap gerakan TPNPB OPM pimpinan Egianus Kogoya sangat diperlukan untuk menciptakan ketertiban dan rasa aman masyarakat Nduga. Karena itu, upaya penegakan hukum tersebut harus dilakukan menurut ketentuan hukum dan menghormati hak asasi manusia termasuk di dalamnya tidak boleh melakukan tindakan kekerasan pada warga sipil yang tidak bersalah. Tindakan kekerasan pada warga justru akan menimbulkan rasa antipati pada pemerintah dan rasa tidak percaya pada Polri.
Pendekatan humanis dan kesejahateraan secara konsisten kepada masyarakat Papua adalah kunci untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat Papua pada pemerintah. Sikap profesionalisme, akuntabilitas dan determinasi yang tinggi harus dimiliki oleh setiap anggota Polri. Terutama bagi polisi yang ditugaskan di daerah-daerah rawan gangguan ketertiban dan keamanan.
Hal itu penting agar walaupun tekanan tugas yang besar, termasuk potensi ancaman keamanan pribadi para petugas dan masyarakat, berbagai gangguan dan ancaman dapat diatasi tanpa timbul ekses negatif yang bisa mencoreng nama baik Polri.
Narasumber: Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso (HP: 082221344458). Pewarta : Ketum PPWI Wilson Lalengke S.Pd.,M.Sc.,MA. Editor Red: Liesnaega