infoindonesiainews.com | SABTU, 12 NOVEMBER 2022.
JAKARTA | Apa buktinya tidak transparan? Sederhana saja, buktinya DPRD (Wakil Rakyat) Jakarta sampai sekarang (awal November 2022) tidak tahu menahu. Ini sudah 4 bulan lebih sejak mobil balap listrik itu melewati garis finish.
Bagaimana bisa tahu bahwa wakil rakyat Jakarta tidak tahu? Kita bisa tahu dari rapat DPRD awal November ini dimana wakil rakyat masih saja mempertanyakan laporan pertanggungjawaban Formula-E yang – sekali lagi – sudah selesai dilenggarakan lebih dari 4 bulan yang lalu!
Itu khan artinya wakil rakyat kita tidak tahu menahu soal laporan pertanggungjawaban event yang sudah menghabiskan uang rakyat ratusan miliar (bahkan setriliun lebih?).
Kenapa beritanya membingungkan? Begini…
Kita hanya membaca keterangan sepotong-sepotong dari Direktur Bisnis Jakpro Gunung Kartiko di rapat DPRD pada 2 November 2022 via media bahwa pendapatan usaha diperoleh Rp 137,34 miliar, beban pokok pendapatan Rp 129,5 miliar. Lalu beban administrasi umum Rp 1,89 miliar, pendapatan lain-lain Rp 2,1 miliar, dan beban pajak final Rp 1,56 miliar. Sehingga masih ada positif (untung) sebesar kurang lebih Rp 6,4 miliar.
Tapi… katanya masih ada utang ke Ancol Rp 20 miliar, yang kemudian dikoreksi jadi Rp 4,9 miliar. Lalu Gunung Kartiko bilang bahwa utang ke Ancol itu bakal dibayar dengan kerjaan dari Jakpro untuk perbaikan trek, stasiun trem, nursery dan bikinin kandang kucing bagi Ancol. Hmm… Meooong!
Lalu juga diklaim (digembar-gemborkan) bahwa perhelatan itu mampu memberi dampak eknomis 0,1% atau sekitar Rp 2,6 triliun. Padahal sejauh ini yang kita ketahui adalah bahwa perihal dampak ekonomi itu hanyalah perkiraan awal dari studi kelayakan pada tahun 2019/2020 saat permulaan event ini diusulkan. Jadi itu semacam isi proposal untuk menjustifikasi usulan kegiatan balapan mobil listrik waktu itu. Lha sekarang nyatanya bagaimana? Gelap!
Kenapa gelap?
Lantaran perkiraan dampak ekonomi yang seperti itu apakah menjadi kenyataan atau tidak tentu mesti dilakukan studi post-factum yang cukup komprehensif. Gegara banyak faktor yang mesti dipertimbangkan. Dan… studi dampak ekonomi pasca perhelatan itu tidak ada. Ya, tidak ada! Makanya gelap.
Alasan Jakpro memberi keterangan yang sama sekali tidak menerangkan itu adalah karena laporan keuangan perhelatan itu belum selesai diaudit oleh BPK. Hmm.. tapi khan ada laporan internal Jakpro sendiri, apakah laporan internal Jakpro itu sama juga tidak jelasnya?
Sehingga yang tersisa, seperti yang sudah-sudah, hanyalah kebingungan rakyat, dimana kebingungan itu pun terwakili oleh kebingungan wakil rakyat (DPRD) yang pada rapat Rabu 9 November 2022 kemarin dimana fraksi PSI bertanya kepada Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono (lantaran kepada pejabat terdahulu tak pernah ada jawaban).
Anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi PSI, Idris Ahmad, bilang:
“Masalah yang ingin kami angkat dan terus kami perjuangkan dari awal Fraksi PSI, adalah meminta kejelasan terkait pertanggungjawaban pelaksanaan Formula E, walaupun memang kami paham ini bukan pada masa tanggung jawab Pj Gubernur. Tapi mengingat masih ada 2 tahun pelaksanaan yang harus dilaksanakan oleh Jakarta dan sudah ada uang Rp 560 miliar yang dibayarkan sebagai komitmen ini.”
Nah itu, apakah laporan sementara yang disampaikan Jakpro tadi juga menyertakan soal commitment-fee yang Rp 560 miliar itu? apakah biaya itu diamortisasi? Atau bisakah dikembalikan saja?
Sementara ini, kita hanya bisa bertanya kepada rumput yang bergoyang… itu pun di malam hari yang gelap gulita.
Narasumber Pewarta :
Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta. Editor Red : Liesnaega.